Menyoal Dramatisasi Interpelasi Kebijakan Dahlan

[imagetag]

Jakarta - Usulan konstitusional interpelasi oleh 38 anggota DPR mengundang polemik. Senayan dituding ngrecoki pekerjaan Dahlan. Sedemikian dramatiskah?

Usulan konstitusional parlemen atas kebijakan Menteri Negara terkait SK Menteri BUMN No. 236/2011 yang berisi pejabat eselon I atau Deputi Kementerian BUMN melakukan penunjukan langsung sejumlah direksi BUMN akhirnya mengundang polemik.

Tak tanggung-tanggung, para legislator itu dicap tengah merecoki kerja Dahlan Iskan. Lebih dari itu, tudingan menjungkilkan potensi Dahlan Iskan sebagai calon presiden dalam Pemilu 2014 juga mencuat. Analisa konspiratif terlanjur ditudingkan pada langkah konstitusional terhadap kebijakan pemerintah.

Wakil Ketua Umum DPP PPP Lukman Hakim Saefuddin mengingatkan agar tidak mendramatisasi langkah konstitisional DPR dengan mengajukan hak interpelasi. "Tak perlu didramatisasi seakan-akan DPR bersikap berlebihan atau dinilai akan menginterupsi keberlangsungan pemerintahan SBY," kata Lukman kepada wartawan melalui pesan singkat, Selasa (17/4/2012).

Lebih lanjut Lukman menyebutkan, hak interpelasi merupakan hak konstitusional DPR untuk meminta keterangan atas kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Hak ini merupakan bentuk pengawasan DPR kepada eksekutif. "DPR punya hak untuk meminta keterangan atas ihwal kebijakan itu dan pemerintah wajib memberikan penjelasannya," tambah Wakil Ketua MPR ini.

Hak interpelasi DPR memang tertulis dalam UUD 1945. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 20A ayat (2) disebutkan "Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat".

Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum mengingatkan agar hak interpelasi DPR digunakan dengan tepat, bijak dan bermanfaat. "Interpelasi itu hak konstitusional DPR. Tetapi perlu dipergunakan dengan tepat, bijak, cermat dan mempertimbangkan asas manfaat," ingat Anas melalui akun twitternya, Selasa (17/4/2012).

Lebih lanjut Anas mengatakan, jika interpelasi digunakan dengan tidak tepat, tidak bijak serta tidak ada asas manfaat, justru akan merugikan DPR. "Interpelasi yang digunakan dengan kurang tepat dan bijak, serta kurang ada manfaatnya, boleh jadi malah bikin defisit citra DPR," ingat Anas.

Sebelumnya, inisiator hak interpelasi DPR Hendrawan Supraktikno mengatakan interpelasi dilakukan karena penjelasan menteri belum memuaskan. "Interpelasi dimaksudkan untuk memperjelas dan mempertegas apa yang selalu diperdebatkan. Jadi tak ada maksud menjatuhkan atau apapun," ujar Hendrawan.

Lebih lanjut politikus PDI Perjuangan ini mengatakan pihaknya mendukung langkah-langkah terobosan enterpreneurial Dahlan. "Tetapi itu harus dalam bingkai regulasi yang telah disepakati," tambah Hendrawan.

Jadi, imbuh Hendrawan, interpelasi tak perlu dilihat sebagai langkah sakral karena dengan langkah ini justru mempertemukan kepentingan. Pihaknya pun berkomitmen akan merevisi UU No 19/2003 tentang BUMN. "Kita akan perbaiki regulasi, bila ada hal-hal yang menurut kita mengekang kelincahan BUMN," tegas Hendrawan.

Seperti diketahui, bukan tanpa alasan langkah interpelasi yang ditempuh politisi Senayan atas kebijakan Dahlan Iskan. Karena kebijakan Dahlan justru potensial melanggar berbagai UU.

Akibat keputusan Menteri BUMN itu, pengusung interpelasi berpendapat, memberi dampak penunjukan direksi BUMN tanpa melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), penunjukkan direksi BUMN tanpa melalui Tim Penilai Akhir (TPA), pengangkatan kembali direksi BUMN yang memiliki rekam jejak negatif, serta pengangkatan kembali direksi BUMN untuk masa jabatan ketiga kalinya.

Dampaknya, sejumlah UU dilanggar oleh Menteri BUMN Dahlan Iskan yang dimunculkan melalui Kepmen No. KEP-326/MBU/2011 tersebut. Seperti melanggar pasal 24 ayat (5) UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara dan Pasal 45 dan 46 UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara. Kepmen itu juga diduga melanggar Pasal 15 UU No. 19/2003 tentang BUMN. Sedangkan penunjukkan direksi BUMN tanpa melalui Tim Penilai Akhir (TPA) pun dianggap melanggar Pasal 16 UU No.19/2003 tentang BUMN karena mengabaikan prinsip transparansi dan akuntabilitas.

Seyogyanya tidak perlu berargumen konspiratif dalam merespon hal konstitusional DPR ini. Justru, menolak dan mencibir hak interpelasi DPR, sama saja memperolok-olok konstitusi yang menjadi pilar kebangsaan. Sebagai pejabat publik, wajib hukumnya Dahlan diawasi DPR.

sumber

Edogawa 18 Apr, 2012

Tidak ada komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...