Ketika Laksamana Cheng Ho Menggugat ...
Masih ingat laksamana Cheng Ho yang dari namanya berasal dari Cina sana?
Dia diutus kaisar Cina datang ke nusantara untuk melaksanakan tugas negara.
Dikisahkan laksamana, yang oleh Kho Ping Hoo – penulis kisah silat ternama –
Diberi label sakti mandraguna di samping tampan, cerdas, dan sangat bijaksana,
Mengarungi hampir semua samudera raya atas perintah langsung kaisar berkuasa,
Kaisar Yung Lo namanya, dan laksamana yang amat sangat istimewa ini akhirnya
Sempat singgah di banyak pelabuhan pantai utara Jawa yang jejaknya jelas terasa
Bahkan sampai sekarang ketika era penjelajahan mulai beralih ke ruang antariksa.
Singkat kata tokoh samudera ini sangatlah akrab dengan sastra budaya tanah jawa.
Namanya diabadikan tidak hanya untuk nama vihara tetapi juga untuk masjid raya.
Yang paling baru adalah masjid Cheng Hoo di Surabaya yang gaya arsitekturnya
Merupakan perpaduan tradisi jawa dan cina, komunitas Cina yang membangunnya.
Sekarang laksamana perkasa ini menggugat negara karena menurut pandangannya,
Dua orang pejabat yang baru saja diangkat oleh kepala negara eh ... tiba-tiba saja
Menabrak dan melanggar begitu saja undang-undang padahal ini dua pejabat negara
Yang satu bergelar guru besar dalam bidang hukum dan yang satunya walau hanya
Sarjana hukum, tetapi puluhan tahun malang melintang dalam dunia hukum acara.
Yang guru besar memang wakilnya, sedangkan yang sarjana ternyata jadi bosnya.
Yah ... dalam dunia politik kadangkala pengakuan akademis tidak punya perbawa,
Buktinya yang guru besar menjadi wakil yang hanya sarjana, atau bisa saja karena
Kepala negara menganggap ilmu sang guru besar muda masih hijau, dan rasanya
Hal ini ada benarnya juga, karena baru dua atau tiga hari bekerja eh ... gaya kerja
Yang sepertinya hanya bertamengkan kekuasaan belaka langsung ditunjukkannya.
Akibatnya sejumlah narapidana yang jauh-jauh sebelumnya telah memperoleh SK
Persetujuan dapat remisi dalam bentuk pembebasan bersyarat batal begitu saja.
Alasannya benar-benar tidak masuk logika karena tidak didasarkan hukum acara
Tetapi didasarkan pada persepsi keduanya bahwa masyarakat menghendakinya.
Lho ... apa-apaan ini, dua pejabat negara di bidang hukum dan hak asasi manusia.
Bukan saja tindakan dan kebijakan keduanya jauh dari ketentuan hukum negara
Rasanya juga sangat melanggar melanggar hak asasi manusia, kan narapidana
Juga manusia biasa yang hak asasinya haruslah juga dijaga oleh aparat negara.
Tetapi dasar keduanya, maaf, seorang teman memberi label sontoloyo bagi mereka,
Yang saya sendiri sebenarnya kurang paham apa makna ini kata, tetapi rasanya
Tidak jauh posisinya dari kata 'menyebalkan', 'memuakkan' atau yang sejenisnya.
Jadi tetap saja walau bertelinga tetapi tidak mendengar walau berhati tidak peka.
Mungkin jengkel melihat perilaku dua pejabat negara yang tak peka hati dan rasa,
Sang laksamana perkasa melayangkan gugatan ke peradilan tata usaha negara,
Dan ... yah, rupanya keadilan bagi manusia termasuk narapidana didengar juga.
PTUN pun mengeluarkan keputusan memukul keok batok kepala mereka berdua,
Dan salah satu amar perintah keputusan adalah segera membebaskan siapa saja
Yang terpaksa tetap mendekam di penjara karena ulah pejabat negara gila kuasa.
Selamat untuk Anda wahai laksamana yang terpaksa datang jauh-jauh dari Cina,
Hanya untuk mengingatkan bahwa tak selayaknya mereka yang sedang berkuasa,
Apapun alasan dan motifnya dapat dengan seenak perutnya melanggar UU negara.
Bagaimana kalau mereka tetap berlagak tuli? Tugas kepala negara memecatnya.
Pelanggaran undang-undang jika dibiarkan, juga bahayakan posisi kepala negara.
Dr. Tri Budhi Sastrio – tribudhis@yahoo.com – Poznan, Poland
Masih ingat laksamana Cheng Ho yang dari namanya berasal dari Cina sana?
Dia diutus kaisar Cina datang ke nusantara untuk melaksanakan tugas negara.
Dikisahkan laksamana, yang oleh Kho Ping Hoo – penulis kisah silat ternama –
Diberi label sakti mandraguna di samping tampan, cerdas, dan sangat bijaksana,
Mengarungi hampir semua samudera raya atas perintah langsung kaisar berkuasa,
Kaisar Yung Lo namanya, dan laksamana yang amat sangat istimewa ini akhirnya
Sempat singgah di banyak pelabuhan pantai utara Jawa yang jejaknya jelas terasa
Bahkan sampai sekarang ketika era penjelajahan mulai beralih ke ruang antariksa.
Singkat kata tokoh samudera ini sangatlah akrab dengan sastra budaya tanah jawa.
Namanya diabadikan tidak hanya untuk nama vihara tetapi juga untuk masjid raya.
Yang paling baru adalah masjid Cheng Hoo di Surabaya yang gaya arsitekturnya
Merupakan perpaduan tradisi jawa dan cina, komunitas Cina yang membangunnya.
Sekarang laksamana perkasa ini menggugat negara karena menurut pandangannya,
Dua orang pejabat yang baru saja diangkat oleh kepala negara eh ... tiba-tiba saja
Menabrak dan melanggar begitu saja undang-undang padahal ini dua pejabat negara
Yang satu bergelar guru besar dalam bidang hukum dan yang satunya walau hanya
Sarjana hukum, tetapi puluhan tahun malang melintang dalam dunia hukum acara.
Yang guru besar memang wakilnya, sedangkan yang sarjana ternyata jadi bosnya.
Yah ... dalam dunia politik kadangkala pengakuan akademis tidak punya perbawa,
Buktinya yang guru besar menjadi wakil yang hanya sarjana, atau bisa saja karena
Kepala negara menganggap ilmu sang guru besar muda masih hijau, dan rasanya
Hal ini ada benarnya juga, karena baru dua atau tiga hari bekerja eh ... gaya kerja
Yang sepertinya hanya bertamengkan kekuasaan belaka langsung ditunjukkannya.
Akibatnya sejumlah narapidana yang jauh-jauh sebelumnya telah memperoleh SK
Persetujuan dapat remisi dalam bentuk pembebasan bersyarat batal begitu saja.
Alasannya benar-benar tidak masuk logika karena tidak didasarkan hukum acara
Tetapi didasarkan pada persepsi keduanya bahwa masyarakat menghendakinya.
Lho ... apa-apaan ini, dua pejabat negara di bidang hukum dan hak asasi manusia.
Bukan saja tindakan dan kebijakan keduanya jauh dari ketentuan hukum negara
Rasanya juga sangat melanggar melanggar hak asasi manusia, kan narapidana
Juga manusia biasa yang hak asasinya haruslah juga dijaga oleh aparat negara.
Tetapi dasar keduanya, maaf, seorang teman memberi label sontoloyo bagi mereka,
Yang saya sendiri sebenarnya kurang paham apa makna ini kata, tetapi rasanya
Tidak jauh posisinya dari kata 'menyebalkan', 'memuakkan' atau yang sejenisnya.
Jadi tetap saja walau bertelinga tetapi tidak mendengar walau berhati tidak peka.
Mungkin jengkel melihat perilaku dua pejabat negara yang tak peka hati dan rasa,
Sang laksamana perkasa melayangkan gugatan ke peradilan tata usaha negara,
Dan ... yah, rupanya keadilan bagi manusia termasuk narapidana didengar juga.
PTUN pun mengeluarkan keputusan memukul keok batok kepala mereka berdua,
Dan salah satu amar perintah keputusan adalah segera membebaskan siapa saja
Yang terpaksa tetap mendekam di penjara karena ulah pejabat negara gila kuasa.
Selamat untuk Anda wahai laksamana yang terpaksa datang jauh-jauh dari Cina,
Hanya untuk mengingatkan bahwa tak selayaknya mereka yang sedang berkuasa,
Apapun alasan dan motifnya dapat dengan seenak perutnya melanggar UU negara.
Bagaimana kalau mereka tetap berlagak tuli? Tugas kepala negara memecatnya.
Pelanggaran undang-undang jika dibiarkan, juga bahayakan posisi kepala negara.
Dr. Tri Budhi Sastrio – tribudhis@yahoo.com – Poznan, Poland
tribudhis 07 Mar, 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar