Kamis, 23 Pebruari 2012 12:30 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Tidak hanya meminta hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) mengadu atau mengkonfrontasi antara Andi Mallarangeng dengan Angelina Sondakh (Anggie), mantan menteri Hukum Yusril Ihza Mahendra juga mengusulkan agar KPK memeriksa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Sebab, ia menilai, orang yang pernah bertemu dengan terdakwa, M Nazaruddin dalam waktu berdekatan dengan terjadinya tindak pidana wajib diperiksa. Artinya, cukup alasan bagi KPK untuk memeriksa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Pasalnya, SBY bertemu dengan Nazaruddin sebelum melarikan diri.
"Kalau KPK tidak mau, maka penasihat hukum dapat mengambil inisiatif meminta kepada majelis hakim agar menghadirkan SBY sebagai saksi. Gunakan putusan MK tentang saksi yang saya mohon dulu sebagai dasar memanggil SBY ke persidangan," jelasnya.
Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengakui adanya pertemuan antara dirinya dan terdakwa kasus korupsi Wisma Atlet M Nazaruddin sebelum mantan bendahara umum Partai Demokrat itu melarikan diri ke Singapura.
Dalam silaturahim dengan wartawan di Istana Negara, Jakarta, Senin malam, Presiden mengatakan pertemuan di kediaman pribadinya Puri Cikeas Indah pada 23 Mei 2011 itu adalah forum dewan kehormatan Partai Demokrat untuk menyidangkan Nazaruddin.
"Jadi pertemuan dalam sidang dewan kehormatan, semua masih ingat apa yang dibicarakan, tidak bicara apa pun kecuali kita tanya apa yang terjadi," ujarnya. Presiden menjelaskan dewan kehormatan Partai Demokrat telah mengkaji tuduhan korupsi yang dilayangkan kepada Nazaruddin dan berpendapat bahwa memang terdapat indikasi kuat bahwa Nazaruddin terlibat dalam kasus tersebut.
"Intinya karena sudah dikaji dan dipelajari bahwa kuat yang bersangkutan terlibat masalah hukum. Sebenarnya kita persilakan untuk mundur dari posisinya sebagai pengurus Partai Demokrat," ujarnya.
Berdasarkan laporan dari Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, lanjut Presiden, Nazaruddin tidak harus diberhentikan karena siap untuk mundur dari jabatannya sebagai bendahara umum.
Dalam kapasitas sebagai Ketua Dewan kehormatan Partai Demokrat, Yudhoyono kemudian bertemu dengan Nazaruddin yang ternyata dalam pertemuan itu tidak mengakui perbuatannya dan malah berbicara simpang siur.
"Saya melihat seperti itu dengan apa yang disampaikan kepada saya sebelumnya, boleh ketemu saya tapi dalam hubungan sebagai ketua dewan kehormatan. Saya didampingi dewan kehormatan lengkap dan memang saya memanggil yang bersangkutan, tapi di situ berbeda dengan yang disampaikan oleh ketua umum. Yang bersangkutan bicara kurang jelas ke kiri-kanan," tuturnya.
Yudhoyono mengaku dalam pertemuan pada 23 Mei 2011 itu dirinya marah karena sikap Nazaruddin tidak sesuai dengan yang dilaporkan oleh Ketua Umum Partai Demokrat. Menurut dia, pertemuan tersebut tidak berlangsung lama dan Dewan Kehormatan Partai Demokrat segera memberhentikan Nazaruddin dari jabatannya sebagai bendahara umum Partai Demokrat.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Tidak hanya meminta hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) mengadu atau mengkonfrontasi antara Andi Mallarangeng dengan Angelina Sondakh (Anggie), mantan menteri Hukum Yusril Ihza Mahendra juga mengusulkan agar KPK memeriksa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Sebab, ia menilai, orang yang pernah bertemu dengan terdakwa, M Nazaruddin dalam waktu berdekatan dengan terjadinya tindak pidana wajib diperiksa. Artinya, cukup alasan bagi KPK untuk memeriksa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Pasalnya, SBY bertemu dengan Nazaruddin sebelum melarikan diri.
"Kalau KPK tidak mau, maka penasihat hukum dapat mengambil inisiatif meminta kepada majelis hakim agar menghadirkan SBY sebagai saksi. Gunakan putusan MK tentang saksi yang saya mohon dulu sebagai dasar memanggil SBY ke persidangan," jelasnya.
Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengakui adanya pertemuan antara dirinya dan terdakwa kasus korupsi Wisma Atlet M Nazaruddin sebelum mantan bendahara umum Partai Demokrat itu melarikan diri ke Singapura.
Dalam silaturahim dengan wartawan di Istana Negara, Jakarta, Senin malam, Presiden mengatakan pertemuan di kediaman pribadinya Puri Cikeas Indah pada 23 Mei 2011 itu adalah forum dewan kehormatan Partai Demokrat untuk menyidangkan Nazaruddin.
"Jadi pertemuan dalam sidang dewan kehormatan, semua masih ingat apa yang dibicarakan, tidak bicara apa pun kecuali kita tanya apa yang terjadi," ujarnya. Presiden menjelaskan dewan kehormatan Partai Demokrat telah mengkaji tuduhan korupsi yang dilayangkan kepada Nazaruddin dan berpendapat bahwa memang terdapat indikasi kuat bahwa Nazaruddin terlibat dalam kasus tersebut.
"Intinya karena sudah dikaji dan dipelajari bahwa kuat yang bersangkutan terlibat masalah hukum. Sebenarnya kita persilakan untuk mundur dari posisinya sebagai pengurus Partai Demokrat," ujarnya.
Berdasarkan laporan dari Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, lanjut Presiden, Nazaruddin tidak harus diberhentikan karena siap untuk mundur dari jabatannya sebagai bendahara umum.
Dalam kapasitas sebagai Ketua Dewan kehormatan Partai Demokrat, Yudhoyono kemudian bertemu dengan Nazaruddin yang ternyata dalam pertemuan itu tidak mengakui perbuatannya dan malah berbicara simpang siur.
"Saya melihat seperti itu dengan apa yang disampaikan kepada saya sebelumnya, boleh ketemu saya tapi dalam hubungan sebagai ketua dewan kehormatan. Saya didampingi dewan kehormatan lengkap dan memang saya memanggil yang bersangkutan, tapi di situ berbeda dengan yang disampaikan oleh ketua umum. Yang bersangkutan bicara kurang jelas ke kiri-kanan," tuturnya.
Yudhoyono mengaku dalam pertemuan pada 23 Mei 2011 itu dirinya marah karena sikap Nazaruddin tidak sesuai dengan yang dilaporkan oleh Ketua Umum Partai Demokrat. Menurut dia, pertemuan tersebut tidak berlangsung lama dan Dewan Kehormatan Partai Demokrat segera memberhentikan Nazaruddin dari jabatannya sebagai bendahara umum Partai Demokrat.
Pakar Pakar Berbicara di dengar ga ya .... lepas dari adanya rasa sakit hati ....
(author unknown) 23 Feb, 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar