Selebaran Gelap – Selebaran Terang
Semakit dekat semakin seru saja, dan ini semua tentu saja tidak apa-apa.
Di mana-mana yang namanya kampanye memang harus begini ini adanya.
Tonjolkan kehebatan pasangan sendiri dan cari kelemahan lawan itu biasa.
Kan tidak lucu jika kampanye begini gayanya – puji lawan setinggi angkasa,
Beberkan semua keahlian, kelebihan, kehebatan, dan kesuksesan mereka.
Sedangkan diri sendiri, sudahlah, pokoknya semua yang jelek-jelek didata,
Lalu tabulasinya dicetak dan cetakannya disebarluaskan ke mana-mana.
Belum ada dan belum pernah ada yang berani mencoba kampanye ini gaya
Padahal hasilnya belum tentu jelek, salah-salah eh malah sangat luar biasa.
Sekarang ini suasana heboh sedang melanda dunia politik pilkada ibukota.
Ada pasangan yang bilang tiga tahun bisa, sayangnya yang disebut bisa,
Semua orang sudah tahu dan yakin pasti dah tidak bisa … karena faktanya
Tidak semakin hebat banjir dan macetnya sudah bisa dibilang luar biasa,
Lalu bagaimana bisa dalam tempo tiga tahun itu semua hilang begitu saja?
Janji model ini mungkin belum dapat digolongkan dalam yang namanya dusta,
Karena baru tiga tahun bisa dilihat faktanya, tetapi mana orang mau percaya.
Pasangan lain bicara bahwa dia dan pasangannya tidak perlu berjanji segala,
Karena semua telah terbukti dilakukannya, pendek kata pengalaman dah dia.
Lalu ada rakyat kecil nimbrung bicara, ya benar semua memang ada buktinya,
Banjir masih, macet menjadi-jadi, gelandangan pengemis ada di mana-mana,
Korupsi rasanya sih merajalela hanya sebagian besar belum terungkap saja.
Lalu ada pasangan yang merasa merekalah yang paling amanah bagi Jakarta,
Yang lain jauh dari mereka, baik moral, etika maupun ketekunan beragama,
Sayangnya untuk yang ini karena nuansa istilahnya abstrak dan tidak nyata,
Maka parameternya suka-suka mereka, akibatnya ya itu tadi, mana dipercaya.
Ada juga sejak awal kemunculan sudah menunjukkan ciri będą dan khasnya,
Yang satu dari Sala, yang satunya keturunan Tionghoa, kotak-kotak bajunya.
Karena bukan orang Jakarta, pernah berulang nyasar tidak hafal jalan ibukota
Dan dengan cepat disambar pasangan lawan – gitu kok mau mimpin Jakarta?
Ada pasangan yang sampai saat ini rasanya belum mengeluarkan apa-apa.
Mungkin diam dianggapnya cara paling jitu dan terpercaya atau mungkin juga
Untuk apa banyak bicara kalau toh nanti kalah juga, mending deh diam saja.
Singkat kata, seru deh, dan ini mah biasa apalagi untuk ukuran pilkada Jakarta.
Dua belas gubernur pernah pimpin ibu kota, masing-masing punya gaya beda.
Yang jelas permasalahan apa saja di DKI-lah tempatnya, semua masalah ada,
Selalu ada dan pasti akan terus ada, karenanya rakyat ibukota tahu mana saja
Yang sedang ngibul dan berdusta, dan siapa saja jadi pemenangnya itulah dia,
Yang dianggap ngibul dan dustanya paling dapat diterima akal sehat dan logika.
Dulu gubernur DKI itu ditunjuk oleh kepala negara, jadi urusan lebih sederhana,
Kalau berhasil ya baguslah, tidak berhasil juga baguslah, lho kan bos pilih dia,
Kalau sekarang jelas amat berbeda, karena rakyatlah yang tentukan piihannya,
Jadi ngibul dan dustanya tidak ditujukan pada bos atau pimpinan partai semata,
Tetapi tertuju pada semua penduduk Jakarta, ngibul dan dusta jamaah namanya.
Yang paling murah, cepat, mudah dan rahasia, cetak saja itu kibulan dan dusta,
Jika perlu ditambah dengan semua kelemahan lawan, lalu tempel di mana-mana.
Orang menyebutnya selebaran gelap, padahal itu selebaran terang penuh cahaya,
Jadi sebenarnya biasa-biasa saja karena toh isinya kan sudah pasti benar adanya
Hanya saja sekarang didramatisir hingga tampak luar biasa, inilah kibulan dustanya.
Sesuatu yang benar tapi karena didramatisir sedemikian rupa jadilah itu juga dusta.
Dan yang rugi justru yang mendramatisir sedemikian rupa, hanya saja masalahnya
Paham tidak tuh yang cetak selebaran terang cahaya bahwa tepuk air percik muka?
Dr. Tri Budhi Sastrio – tribudhis@yahoo.com – Poznan, Poland
Semakit dekat semakin seru saja, dan ini semua tentu saja tidak apa-apa.
Di mana-mana yang namanya kampanye memang harus begini ini adanya.
Tonjolkan kehebatan pasangan sendiri dan cari kelemahan lawan itu biasa.
Kan tidak lucu jika kampanye begini gayanya – puji lawan setinggi angkasa,
Beberkan semua keahlian, kelebihan, kehebatan, dan kesuksesan mereka.
Sedangkan diri sendiri, sudahlah, pokoknya semua yang jelek-jelek didata,
Lalu tabulasinya dicetak dan cetakannya disebarluaskan ke mana-mana.
Belum ada dan belum pernah ada yang berani mencoba kampanye ini gaya
Padahal hasilnya belum tentu jelek, salah-salah eh malah sangat luar biasa.
Sekarang ini suasana heboh sedang melanda dunia politik pilkada ibukota.
Ada pasangan yang bilang tiga tahun bisa, sayangnya yang disebut bisa,
Semua orang sudah tahu dan yakin pasti dah tidak bisa … karena faktanya
Tidak semakin hebat banjir dan macetnya sudah bisa dibilang luar biasa,
Lalu bagaimana bisa dalam tempo tiga tahun itu semua hilang begitu saja?
Janji model ini mungkin belum dapat digolongkan dalam yang namanya dusta,
Karena baru tiga tahun bisa dilihat faktanya, tetapi mana orang mau percaya.
Pasangan lain bicara bahwa dia dan pasangannya tidak perlu berjanji segala,
Karena semua telah terbukti dilakukannya, pendek kata pengalaman dah dia.
Lalu ada rakyat kecil nimbrung bicara, ya benar semua memang ada buktinya,
Banjir masih, macet menjadi-jadi, gelandangan pengemis ada di mana-mana,
Korupsi rasanya sih merajalela hanya sebagian besar belum terungkap saja.
Lalu ada pasangan yang merasa merekalah yang paling amanah bagi Jakarta,
Yang lain jauh dari mereka, baik moral, etika maupun ketekunan beragama,
Sayangnya untuk yang ini karena nuansa istilahnya abstrak dan tidak nyata,
Maka parameternya suka-suka mereka, akibatnya ya itu tadi, mana dipercaya.
Ada juga sejak awal kemunculan sudah menunjukkan ciri będą dan khasnya,
Yang satu dari Sala, yang satunya keturunan Tionghoa, kotak-kotak bajunya.
Karena bukan orang Jakarta, pernah berulang nyasar tidak hafal jalan ibukota
Dan dengan cepat disambar pasangan lawan – gitu kok mau mimpin Jakarta?
Ada pasangan yang sampai saat ini rasanya belum mengeluarkan apa-apa.
Mungkin diam dianggapnya cara paling jitu dan terpercaya atau mungkin juga
Untuk apa banyak bicara kalau toh nanti kalah juga, mending deh diam saja.
Singkat kata, seru deh, dan ini mah biasa apalagi untuk ukuran pilkada Jakarta.
Dua belas gubernur pernah pimpin ibu kota, masing-masing punya gaya beda.
Yang jelas permasalahan apa saja di DKI-lah tempatnya, semua masalah ada,
Selalu ada dan pasti akan terus ada, karenanya rakyat ibukota tahu mana saja
Yang sedang ngibul dan berdusta, dan siapa saja jadi pemenangnya itulah dia,
Yang dianggap ngibul dan dustanya paling dapat diterima akal sehat dan logika.
Dulu gubernur DKI itu ditunjuk oleh kepala negara, jadi urusan lebih sederhana,
Kalau berhasil ya baguslah, tidak berhasil juga baguslah, lho kan bos pilih dia,
Kalau sekarang jelas amat berbeda, karena rakyatlah yang tentukan piihannya,
Jadi ngibul dan dustanya tidak ditujukan pada bos atau pimpinan partai semata,
Tetapi tertuju pada semua penduduk Jakarta, ngibul dan dusta jamaah namanya.
Yang paling murah, cepat, mudah dan rahasia, cetak saja itu kibulan dan dusta,
Jika perlu ditambah dengan semua kelemahan lawan, lalu tempel di mana-mana.
Orang menyebutnya selebaran gelap, padahal itu selebaran terang penuh cahaya,
Jadi sebenarnya biasa-biasa saja karena toh isinya kan sudah pasti benar adanya
Hanya saja sekarang didramatisir hingga tampak luar biasa, inilah kibulan dustanya.
Sesuatu yang benar tapi karena didramatisir sedemikian rupa jadilah itu juga dusta.
Dan yang rugi justru yang mendramatisir sedemikian rupa, hanya saja masalahnya
Paham tidak tuh yang cetak selebaran terang cahaya bahwa tepuk air percik muka?
Dr. Tri Budhi Sastrio – tribudhis@yahoo.com – Poznan, Poland
tribudhis 06 May, 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar