Kenangan : Kesederhanaan Hidayat Nur Wahid Sang Ketua MPR RI

Kisah ini terjadi kurang lebih satu setengah tahun yang lalu (2005). Waktu itu bertepatan dengan bulan Ramadhan di mana umat muslim melaksanakan ibadah puasa. Saya (penulis) sedang mencari-cari buku di Toko Gunung Agung Kwitang, Jakarta Pusat. Saya mencari buku-buku di lantai 2. Setelah buku yang dicari-cari tidak ada, maka saya memutuskan untuk turun ke lantai 1 dan ingin mencari buku yang lain di situ. Ketika saya sedang menuruni tangga lantai 2, pandangan saya tertuju kepada seseorang di kejauhan di lantai 1 dekat rak-rak buku. Seseorang itu begitu menarik pandangan mata saya, karena sepertinya saya mengenal sosok itu. Terlintas dalam pikiran saya, "Pak Hidayat Nur Wahid? Ketua MPR?"

Tapi saya tidak yakin kalau yang saya lihat itu beliau. Saya tidak yakin karena saya berpikir : "Masak sich pejabat tinggi, Ketua MPR lagi, jalan-jalan ke toko buku "cuma sendirian"." Hal lain yang membuat saya tidak yakin adalah penampilan beliau yang hanya mengenakan baju muslim (koko) dengan bersandal. Kemudian juga sikap pengunjung-pengunjung yang lain, termasuk karyawan-karyawati, bersikap "biasa" saja dan seolah tidak menunjukkan bahwa tokoh ini adalah Ketua MPR RI. Saya berpikir mungkin mereka tidak begitu mengenal Pak Hidayat, jadi mereka bersikap biasa saja. Mungkin kalau mereka menyadari tokoh tersebut adalah Pak Hidayat, mereka akan "melayani" secara spesial sebagaimana kalau ada pejabat yang datang langsung disambut. Hal lain pula yang membuat saya tidak yakin kalau tokoh itu Pak Hidayat adalah tidak adanya "orang-orang khusus" di sekeliling beliau, entah pengawal atau protokolet.

Tapi ketidakyakinan itu semua menjadi terhapus ketika saya coba "mendekati" beliau. Saat itu beliau tidak mengenakan peci dan baju batik seperti biasanya. Ketika mengamati wajah beliau, saya merasa yakin bahwa tokoh yang ada di depanku ini adalah Pak Hidayat. Ada hal lain yang juga meyakinkan saya, yaitu ada seorang ibu berjilbab rapi yang kemudian mendekati beliau beserta anak-anaknya sambil membawa beberapa barang belanjaan. Oohh, itu isteri dan anak-anak beliau. Kemudian Pak Hidayat dan keluarganya melakukan pembayaran di kasir. Ekspresi sikap penjaga kasir pun terlihat biasa saja, seolah-olah tidak menyadari bahwa orang yang ada di depannya adalah Pak Hidayat, Sang Ketua MPR RI.Terharu sekali saya saat itu, sampai sempat menitikkan air mata. Ternyata masih ada tokoh pemimpin di negeri ini yang demikian bersahaja, sederhana, tidak neko-neko dan low-profile.

Ternyata, pengalaman pribadi saya ini juga sinergis dengan pengalaman beberapa orang yang pernah melihat secara langsung Pak Hidayat di tempat-tempat umum. Sering para penumpang pesawat merasa terkejut ketika melihat Pak Hidayat naik pesawat yang sama di kelas ekonomi. Pak Hidayat juga menolak menggunakan mobil Volvo sebagai kendaraan dinas dari negara. Beliau memilih mengendarai mobil pribadinya sendiri, Toyota Kijang tahun 2002.Pak Hidayat adalah pejabat tinggi yang mau tidur di lantai beralas tikar. Beliau melakukannya setiap kali mengunjungi ibunda di Dusun Kadipaten Lor, Desa Kebondalem Kidul, Kecamatan Prambanan, Klaten Jawa Tengah. "Mas Nur tidak mau tidur di hotel", kata Septi Swastani Setyaningsih adik bungsu Pak Hidayat yang memanggil kakaknya Mas Nur itu. Pak Hidayat memilih tidur di rumah sederhana seluas 15 m x 10 m yang ditempati Nyonya Siti Rahayu, 70 tahun, ibunda beliau. Tidak ada pernik kemewahan di dalamnya. Ruang tamu hanya diisi satu meja kursi. Di ruang keluarga hanya ada televisi 14 inchi.

Pak Hidayat, yang hobi bermain sepak bola dan bulu tangkis ini, jelas termasuk orang yang sukses. Kesuksesan yang beliau raih tentunya tidak serta merta datang begitu saja, tapi berkat hasil dari sukses-sukses kecil sejak beliau masih anak-anak. Pria, yang dilahirkan di Klaten 8 April 1960, ini telah menorehkan prestasi-prestasi dan pengalaman organisasi yang luar biasa. Beliau sudah bisa membaca sebelum masuk SD. Setelahnya, buku yang dibaca termasuk karya-karya Khoo Ping Hoo, buku-buku sastra, dan sejarah. Predikat Juara selalu diraihnya ketika masih duduk di bangku SD. Beliau pernah "nyantri" di Gontor. Kemudian pernah kuliah di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Setelah itu beliau memperoleh beasiswa melanjutkan studinya ke S-1 Universitas Madinah, Arab Saudi. Gelar S-2 dan S-3 pun beliau peroleh di Universitas yang sama.

Pendidikan keluarga juga turut menempa kepribadian Pak Hidayat. Ketika beliau duduk di kelas III SD, orang tuanya membelikan seekor kambing. Dari waktu Ashar hingga Maghrib, beliau ditugaskan untuk menggembalakan kambing. Dari tugas inilah beliau mengaku mendapat pelajaran banyak hal. Seperti belajar bertanggung jawab mencari rumput, ke mana harus menggembalakan kambing, serta bertanggung jawab agar kambing-kambingnya tidak memakan tanaman petani. "Ketika sedang menggembala kambing, Nur Wahid juga sering mengajari kami mengaji", kata Suparman, 45 tahun, kawan SD yang juga teman penggembala Pak Hidayat.Secara keagamaan, latar belakang kehidupan keluarga Nur Wahid sangat mempengaruhi perjalanan hidupnya. Keluarga beliau tergolong sebagai pemuka agama. Kakek dari ibunya merupakan tokoh Muhammadiyah di Prambanan. Ayahnya, H. Muhammad Syukri (almarhum), meski hidup di kultur NU, merupakan salah satu pengurus Muhammadiyyah di Klaten. Ibunya aktivis Aisyiah, organisasi wanita Muhammadiyah. Jadi, Pak Hidayat memiliki latar belakang keluarga dari NU sekaligus Muhammadiyyah.

Itulah sepenggal kisah sukses seorang anak penggembala dari Klaten yang kini menjabat sebagai pemimpin lembaga tinggi RI yaitu Ketua MPR RI. Ternyata masih ada orang-orang yang baik di negeri ini. Masih ada politikus yang memang benar-benar ingin mereformasi negeri ini, dimulai dari moral dulu. Tak heran jika Dr. Purwadi, M.Hum menulis buku khusus tentang Pak Hidayat dengan tajuk "Sang Ratu Adil" yang seolah-olah menjelaskan bahwa sifat-sifat dan karakter Ratu Adil yang dinantikan dimiliki oleh Pak Hidayat. Sikap sederhana memang terlihat sepele, tapi sikap mental hidup bersahaja ini akan terus menggelinding bak bola salju yang akan terus membesar. Dan akan semakin banyak pejabat dan rakyat Indonesia yang hidup bersahaja. Mudah-mudahan orang-orang baik seperti ini semakin bertambah banyak. Sehingga ketika orang-orang baik itu memegang amanah rakyat, amanah itu akan dipegang dan dijalankan dengan sebaik-baiknya. Dan kita yakin, Indonesia akan makmur dan sejahtera. Salam sukses! INDONESIA LUAR BIASA!!!

Referensi :
- Koran Tempo, 31 Oktober 2004
- Gatra Nomor 13 Beredar 4 Februari 2005
- TokohIndonesia DotCom
- www.hnw.or.id

Sumber: http://gelombang-peradaban.blogspot....ua-mpr-ri.html

Fardhan 14 Apr, 2012

Tidak ada komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...