Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) menilai kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) sebesar Rp 1.500 merupakan kebijakan yang sangat mungkin dilaksanakan guna mengurangi tekanan anggaran karena melonjaknya belanja subsidi akibat kenaikan harga minyak dunia.
Demikian disampaikan Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Golkar, Satya W Yudha, kepada detikFinance, Senin (5/3/2012).
"Kemungkinan yang kita pilih kenaikan, kalau tidak masyarakat dibingungkan, kan harganya mengikuti harga minyak dunia," ujarnya.
Sementara itu, Satya menyatakan adanya opsi pemberian subsidi tetap sebesar Rp 2.000 per liter untuk BBM bersubsidi dikhawatirkan melanggar Undang-Undang Migas Nomor 22 tahun 2001. Dalam UU tersebut, harga BBM bersubsidi ditetapkan pemerintah dan tidak menggunakan harga keekonomian.
"Kalau Pemerintah memberikan subsidi tetap tapi harga BBM bersubsidi berdasarkan keekonomian, nanti harga BBM bergerak berdasarkan harga minyak dunia, kalau haraga minyak dunia USD 100 per barel maka harga keekonomiannya Rp 8 ribu, disubsidi 2 ribu, jadi masyarakat bayar Rp 6 ribu, kalau harga minya USD 110 maka BBM Rp 8500, masyatakat bayar Rp 6500, itu ada kekhawatiran bertentangan dalam UU MIgas karena harga BBM bersubsidi jadi menggunakan keekonomian pasar, seharusnya ditentukan pemerintah," pungkasnya.
Sebelumnya, pemerintah menyiapkan 2 opsi kebijakan pembatasan subsidi untuk BBM. Pertama, kenaikan harga BBM bersubsidi sebesar Rp 1.500 sehingga harga Premium menjadi Rp 6 ribu. Kedua, pemberian subsidi tetap sebesar Rp 2 ribu per liter sehingga harga BBM akan naik turun sesuai dengan harga keekonomiannya.
sumber
(author unknown) 05 Mar, 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar