Kontroversi, sebab dengan mudahnya Putin bertukar posisi dengan Dmitry Medvedev. Ketika Medvedev menjadi Presiden Rusia (2008-2012) Putin diangkatnya selaku Perdana Menteri. Sekarang, setelah Putin terpilih selaku Presiden, Medvedev dipilih Putin menjadi Perdana Menteri. Pertukaran sekaligus duet Putin-Medvedev kali ini adalah yang kedua kalinya.
Selain kontroversi, kembalinya Putin cukup menimbulkan kekhawatiran. Sebab diperkirakan terpilihnya Putin sebagai pemimpin Rusia bakal menimbulkan banyak persinggungan dengan negara adidaya Amerika Serikat. Banyak alasan mengapa Putin menjadi semacam tokoh Eropa (Timur) yang dapat menimbulkan persinggungan dengan Amerika Serikat.
Sebab Putin bukanlah tokoh Rusia yang bisa diajak berbaik-baikan dengan Washington. Bahkan dibandingkan dengan tokoh Uni Soviet di era Perang Dingin, Mikhail Gorbachev ataupun penggantinya, Boris Yeltsin, Vladimir Putin jauh lebih keras.
Ada semacam persepsi, pasca-berakhirnya Perang Dingin, dimana Amerika Serikat keluar sebagai pemenangnya Soviet, setiap tokoh yang berasal dari Moskow akan mudah ditaklukkan Washington. LIhat saja bagaimana Rusia sebagai pecahan Uni Soviet setelah dipimpin Boris Yeltsin, dengan gampangnya diajak Amerika Serikat bergabung dalam Kelompok Delapan atau Group of 8 (G-8).
Tetapi setelah Yeltsin digantikan Putin, suasananya sangat berbeda. Hingga sekarang Rusia masih menjadi bagian dari G-8 yang terdiri atas Amerika Serikat, Kanada, Jepang, Itali, Perancis, Jerman dan Inggris. Tetapi secara kimiawi, keberadaan Rusia dalam G-8, tidak terlalu rekat. Lem perekatnya tidak kuat.
Putin selalu menempatkan Rusia dalam posisi yang hampir sama dengan sikap Uni Soviet, negara induk Rusia selama kurang lebih enam dekade. Yaitu hampir setiap negara yang menjadi musuh Amerika Serikat justru dirangkul oleh Putin.
Menghadapi Iran misalnya, Rusia merupakan satu-satunya negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB yang menentang kebijakan Amerika Serikat yang ingin mengucilkan Iran. Sama halnya dengan politik Amerika Serikat di Syria, salah satu negara Arab yang berbatasan langsung dengan Israel. Rusia merupakan pendukung rezim Asaad yang memerintah melalui KKN.
Di dekat Syria, Rusia tetap menjadi faktor penentu bagi jadi tidaknya konsep perdamaian Israel - Palestina. Sering terjadi, apa yang dimaui Amerika Serikat dalam perdamaan Israel-Palestina, di sisi lain, tidak diinginkan oleh Rusia.
Di negara-negara Amerika Latin, Rusia di bawah kepemimpinan Putin, juga kurang lebih sama. Semua negara Amerika Latin yang mengambil sikap yang tidak mau didikte oleh Amerika Serikat, dirangkul oleh Rusia.
Dalam hal persaingan spionase, Rusia tetap menempatlan agen-agen KGB terbaiknya di Amerika Serikat seperti di era Perang Dingin. Masih ingat di 2010, Amerika Serikat digegerkan oleh agen rahasia KGB, Anna Chapman. Anna dideportase ke Moskow melalui pertukaran agen mata-mata CIA yang ditahan Rusia. Kini Anna kabarnya menjadi isteri simpanan Putin.
Putin memang bukan seorang tokoh komunis Rusia atau Uni Sovyet seperti Stalin dan Lenin. Dua pemimpin Uni Sovyet yang membawa negara itu terlibat dalam Perang Dingin dengan Amerika Serikat (1948-1991).
Tetapi dalam soal keteguhan, Putin mirip Stalin dan Lenin. Putin mirip seorang pemeluk ideologi tertentu yang keyakinannya pada ideologi itu sangat kuat. Dan ideologi Putin itu - di era sekarang, memiliki pengikut yang cukup massiv di Rusia. Ideologi Putin bukan lagi soal politik dan komunisme melainkan kemakmuran dan martabat sebuah bangsa.
Kebetulan Putin berhasil mengubah sistem ekonomi Rusia, sehingga 130 juta penduduk negara itu saat ini merasakan sebuah kesejahteraan yang tidak pernah dinikmati bangsa itu selama hampir seratus tahun.
Demikian berhasilnya Rusia atau Putin mengubah kesejahteraan bangsanya, sehingga negara itu sekarang memiliki orang kaya terbanyak di dunia setelah Amerika Serikat. Inilah yang menyebabkan Putin mendapat dukungan luas di Rusia, setelah negara itu pecah 16 negara induknya Uni Soviet.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar