Amerika Serikat memberi bantuan 12 radar sistem pengamanan laut kepada pemerintah Indonesia. Terkait itu, Kementerian Pertahanan menyatakan pemberian radar tersebut aman, dalam arti tanpa ada maksud tertentu.
Menurut Kepala Pusat Komunikasi (Kapuskom) Publik Kemenhan, Brigadir Jenderal TNI Hartind Asrin, bantuan radar yang diberikan AS itu ditempatkan di Selat Malaka atau Pos Sumatera untuk pengawasan kapal maritim. "Saya sudah lihat satu, di dekat Batam. Itu untuk melihat pergerakan kapal di Selat Malaka. Radar itu diberikan tanpa maksud apa-apa," kata Hartind Kantor Puskom Publik Kemenhan, Jakarta, Selasa malam 8 Mei 2012.
Menurut Hartind, 12 radar dari AS itu tidak akan mengganggu kedaulatan NKRI. Pasalnya, bantuan yang diberikan AS hanya peralatan radarnya saja, bukan dengan operatornya.
"Kalau itu peralatan saja tak apa, tapi jangan sampai dengan operatornya atau orang Amerika yang langsung mengawasi. Itu tak boleh. Karena bisa di-copy sama dia atau direkam. Yang penting kita tahu kemampuan peralatannya. Karena itu untuk meng-cover daerah pantai saja dan tidak juga mengkoneksi ke satelit," ujarnya.
"Radar itu mengawasi Selat Malaka yang paling padat pergerakannya di dunia. Piracy (pembajakan) bisa dilihat dalam radar itu. Lagi pula pemberian ini tidak ada maksud lain atau ingin memata-matai Indonesia," kata dia.
Meski begitu, Hartind menambahkan, radar ini hanya mampu melakukan pemantauan kapal-kapal di permukaan laut saja, tanpa bisa mendeteksi pergerakan kapal selam di dasar laut. "Kalau kapal selam itu harus ada anti kapal selam, misalnya dengan helikopter anti kapal selam atau dengan kapal selam sendiri. Yang paling efektif adalah menggunakan kapal selam sendiri," ucap dia.
Kendati demikian, Hartind juga tidak mengetahui berapa harga satuan 12 radar tersebut. "Saya tidak tahu harganya. Karena itu kan bentuknya bantuan," kata dia.
Hartind menyebutkan setelah pemerintah Amerika memberikan bantuan radar kepada Indonesia, petinggi pertahanan China pernah menanyakan kepada dirinya, apa saja yang dibutuhkan oleh Indonesia untuk melakukan pengawasan di laut.
"Saya katakan, bisa radar dan bisa kapal patroli. Kapal patroli sangat dibutuhkan bagi TNI AL dalam melakukan pengawasan di laut. Namun, mereka masih pikir-pikir. Intinya, pertahanan Indonesia masih diperhitungkan bagi negara besar seperti Amerika dan China," ujar Hartind.
Sebelumnya, anggota Komisi I (Bidang Pertahanan, Luar Negeri, dan Informasi) DPR, Tjahjo Kumolo menyatakan, pemerintah Indonesia perlu mewaspadai pemberian bantuan 12 radar sistem pengamanan laut dari Amerika Serikat, karena alat ini bisa berfungsi memata-matai kekuatan NKRI.
"Yang saya pahami masalah radar itu memang merupakan bantuan Amerika Serikat, tetapi saya tengarai bantuan tersebut pasti ada tujuan politiknya dalam rangka mengontrol wilayah NKRI," kata wakil rakyat asal Daerah Pemilihan Jawa Tengah I itu, Selasa 8 Mei 2012.
TNI AL menjalin kerja sama dengan AS dalam mengantisipasi gangguan keamanan laut di perairan Indonesia. Salah satunya, dalam bentuk pemberian bantuan radar itu.
Tjahjo mengatakan bahwa TNI AL mendapatkan alat itu konon pada tahun 2006. "Pernah awalnya ditolak oleh TNI AL pada masa itu. Namun sayangnya, pada masa DPR periode 2009--2014, tak pernah dilaporkan masalah tersebut oleh TNI kepada DPR," ujarnya.
Menurut Kepala Pusat Komunikasi (Kapuskom) Publik Kemenhan, Brigadir Jenderal TNI Hartind Asrin, bantuan radar yang diberikan AS itu ditempatkan di Selat Malaka atau Pos Sumatera untuk pengawasan kapal maritim. "Saya sudah lihat satu, di dekat Batam. Itu untuk melihat pergerakan kapal di Selat Malaka. Radar itu diberikan tanpa maksud apa-apa," kata Hartind Kantor Puskom Publik Kemenhan, Jakarta, Selasa malam 8 Mei 2012.
Menurut Hartind, 12 radar dari AS itu tidak akan mengganggu kedaulatan NKRI. Pasalnya, bantuan yang diberikan AS hanya peralatan radarnya saja, bukan dengan operatornya.
"Kalau itu peralatan saja tak apa, tapi jangan sampai dengan operatornya atau orang Amerika yang langsung mengawasi. Itu tak boleh. Karena bisa di-copy sama dia atau direkam. Yang penting kita tahu kemampuan peralatannya. Karena itu untuk meng-cover daerah pantai saja dan tidak juga mengkoneksi ke satelit," ujarnya.
"Radar itu mengawasi Selat Malaka yang paling padat pergerakannya di dunia. Piracy (pembajakan) bisa dilihat dalam radar itu. Lagi pula pemberian ini tidak ada maksud lain atau ingin memata-matai Indonesia," kata dia.
Meski begitu, Hartind menambahkan, radar ini hanya mampu melakukan pemantauan kapal-kapal di permukaan laut saja, tanpa bisa mendeteksi pergerakan kapal selam di dasar laut. "Kalau kapal selam itu harus ada anti kapal selam, misalnya dengan helikopter anti kapal selam atau dengan kapal selam sendiri. Yang paling efektif adalah menggunakan kapal selam sendiri," ucap dia.
Kendati demikian, Hartind juga tidak mengetahui berapa harga satuan 12 radar tersebut. "Saya tidak tahu harganya. Karena itu kan bentuknya bantuan," kata dia.
Hartind menyebutkan setelah pemerintah Amerika memberikan bantuan radar kepada Indonesia, petinggi pertahanan China pernah menanyakan kepada dirinya, apa saja yang dibutuhkan oleh Indonesia untuk melakukan pengawasan di laut.
"Saya katakan, bisa radar dan bisa kapal patroli. Kapal patroli sangat dibutuhkan bagi TNI AL dalam melakukan pengawasan di laut. Namun, mereka masih pikir-pikir. Intinya, pertahanan Indonesia masih diperhitungkan bagi negara besar seperti Amerika dan China," ujar Hartind.
Sebelumnya, anggota Komisi I (Bidang Pertahanan, Luar Negeri, dan Informasi) DPR, Tjahjo Kumolo menyatakan, pemerintah Indonesia perlu mewaspadai pemberian bantuan 12 radar sistem pengamanan laut dari Amerika Serikat, karena alat ini bisa berfungsi memata-matai kekuatan NKRI.
"Yang saya pahami masalah radar itu memang merupakan bantuan Amerika Serikat, tetapi saya tengarai bantuan tersebut pasti ada tujuan politiknya dalam rangka mengontrol wilayah NKRI," kata wakil rakyat asal Daerah Pemilihan Jawa Tengah I itu, Selasa 8 Mei 2012.
TNI AL menjalin kerja sama dengan AS dalam mengantisipasi gangguan keamanan laut di perairan Indonesia. Salah satunya, dalam bentuk pemberian bantuan radar itu.
Tjahjo mengatakan bahwa TNI AL mendapatkan alat itu konon pada tahun 2006. "Pernah awalnya ditolak oleh TNI AL pada masa itu. Namun sayangnya, pada masa DPR periode 2009--2014, tak pernah dilaporkan masalah tersebut oleh TNI kepada DPR," ujarnya.
Hari gini gratis? Pasti ada apa apanya nih
(author unknown) 08 May, 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar