Rekam Jejak Tukang Keliling
Meskipun istilah rekam jejak biasa digunakan hanya untuk orang-orang penting,
Tetapi kali ini dengan segala kerendahan hati mohon ijin untuk sedikit miring
Karena akan digunakan untuk mengabadikan kisah tragis para tukang keliling.
Awalnya mereka itu dibuat sedikit pening, lalu pusing, kemudian mulai miring,
Sebelum akhirnya terbanting dan jatuh terguling-guling sambil menggelinding.
Sampai sekarang nasib mereka membuat hati miris dan bulu kuduk merinding.
Pertanyaannya sekarang siapa yang harus disalahkan atas nasib tukang keliling?
Jika negara yang harus dituding sebagai pihak yang tidak mempunyai kepedulian,
Mungkin ada benarnya juga, tetapi agar tidak sebatas hanya pada tuding-tudingan,
Kan harus diformulasikan di mana salahnya dan apa saja konsekwensi lanjutannya.
Nah ini yang tidak bisa dilakukan sehingga akhirnya, yah hanya sekedar wacana saja.
Jika masyarakat yang harus disalahkan mengapa tidak mau terus gunakan jasa mereka,
Lho apa salah kami begitu mereka akan berkata, dulu panci dari besi sekarang almini,
Jika bocor pakai timah dari pulau Bangka ya dipateri, tetapi almini mana bisa dipateri,
Kalau bocor ya dibuang, beli baru, dan jelas sudah nasib para tukang pateri keliling.
Pening, pusing, miring, terbanting, terguling-guling dan ... terus saja menggelinding.
Rambut terus tumbuh, karenanya pasti perlu dipangkas agar tidak hanya tampak pantas
Tetapi tampilan dapat menjadi lebih lugas, tegas, bernas, ibaratnya buah ya buah nenas.
Tukang potong rambut keliling tinggal telusuri jalan padat penduduk dan sudah jelas,
Konsumen ada di sana, jasa akan segera ditukar dengan dana, dan uang guna beli beras
Sudah pasti dapat segera diberkas dan langkah pulang pun dapat agak sedikit bergegas.
Tetapi itu dulu ketika salon tidak semakin bernas ibaratnya bak kapas ditiup keras-keras.
Tumbuh menjamur di mana-mana, ruangannya nyaman, tarifnya oke, dan sang petugas?
Wow ... berkilauan indah seperti pantulan gelas, cantik menawan bak orang berkelas.
Dan tukang potong rambut keliling mulai pening, pusing, miring, lalu terbanting lemas.
Tukang talang, tukang sepatu, tukang payung, tukang jahit, juga penjual minyak tanah,
Nasib takdirnya tidak jauh berbeda, perlahan tetapi pasti mereka semua harus berbenah.
Pembeli jasa sudah pasti tidak ada, mengharap belas kasihan juga percuma, karenanya
Pilihannya hanya ada dua - berubah atau hancur tergilas lumat semua – inilah dunia,
Tidak terlalu peduli bagi yang tidak terampil berubah dan berubah sesuai jamannya.
Tempora labuntur, tacitisque senescimus annis, waktu terus berlalu tidak tunggu kita,
Tempora mutantur, nosque mutamur in illis, berubah atau diam habis juga digilasnya.
Itulah waktu, tampak diam tidak berbahaya, tetapi kejamnya amatlah sangat luar biasa,
Miskin kaya, tua muda, pria wanita, kuasa atau tak berdaya, semua pastilah digilasnya.
Bijak atau picik, sejahtera atau menderita, sangat cerdas atau minta ampun stupid-nya,
Juga tidak bakalan luput dari jaring mautnya ... semuanya kandas terperangkap di sana.
Tukang keliling pasti bukan korban pertama, karena jauh sebelumnya jelas sudah ada.
Korban terus bertumbangan digilas waktu perubahan, jalannya memang perlahan saja,
Tetapi kepastiannya tak ada tandingannya dan tukang keliling tinggal rekam jejaknya.
Dr. Tri Budhi Sastrio – tribudhis@yahoo.com – Poznan, Poland
Meskipun istilah rekam jejak biasa digunakan hanya untuk orang-orang penting,
Tetapi kali ini dengan segala kerendahan hati mohon ijin untuk sedikit miring
Karena akan digunakan untuk mengabadikan kisah tragis para tukang keliling.
Awalnya mereka itu dibuat sedikit pening, lalu pusing, kemudian mulai miring,
Sebelum akhirnya terbanting dan jatuh terguling-guling sambil menggelinding.
Sampai sekarang nasib mereka membuat hati miris dan bulu kuduk merinding.
Pertanyaannya sekarang siapa yang harus disalahkan atas nasib tukang keliling?
Jika negara yang harus dituding sebagai pihak yang tidak mempunyai kepedulian,
Mungkin ada benarnya juga, tetapi agar tidak sebatas hanya pada tuding-tudingan,
Kan harus diformulasikan di mana salahnya dan apa saja konsekwensi lanjutannya.
Nah ini yang tidak bisa dilakukan sehingga akhirnya, yah hanya sekedar wacana saja.
Jika masyarakat yang harus disalahkan mengapa tidak mau terus gunakan jasa mereka,
Lho apa salah kami begitu mereka akan berkata, dulu panci dari besi sekarang almini,
Jika bocor pakai timah dari pulau Bangka ya dipateri, tetapi almini mana bisa dipateri,
Kalau bocor ya dibuang, beli baru, dan jelas sudah nasib para tukang pateri keliling.
Pening, pusing, miring, terbanting, terguling-guling dan ... terus saja menggelinding.
Rambut terus tumbuh, karenanya pasti perlu dipangkas agar tidak hanya tampak pantas
Tetapi tampilan dapat menjadi lebih lugas, tegas, bernas, ibaratnya buah ya buah nenas.
Tukang potong rambut keliling tinggal telusuri jalan padat penduduk dan sudah jelas,
Konsumen ada di sana, jasa akan segera ditukar dengan dana, dan uang guna beli beras
Sudah pasti dapat segera diberkas dan langkah pulang pun dapat agak sedikit bergegas.
Tetapi itu dulu ketika salon tidak semakin bernas ibaratnya bak kapas ditiup keras-keras.
Tumbuh menjamur di mana-mana, ruangannya nyaman, tarifnya oke, dan sang petugas?
Wow ... berkilauan indah seperti pantulan gelas, cantik menawan bak orang berkelas.
Dan tukang potong rambut keliling mulai pening, pusing, miring, lalu terbanting lemas.
Tukang talang, tukang sepatu, tukang payung, tukang jahit, juga penjual minyak tanah,
Nasib takdirnya tidak jauh berbeda, perlahan tetapi pasti mereka semua harus berbenah.
Pembeli jasa sudah pasti tidak ada, mengharap belas kasihan juga percuma, karenanya
Pilihannya hanya ada dua - berubah atau hancur tergilas lumat semua – inilah dunia,
Tidak terlalu peduli bagi yang tidak terampil berubah dan berubah sesuai jamannya.
Tempora labuntur, tacitisque senescimus annis, waktu terus berlalu tidak tunggu kita,
Tempora mutantur, nosque mutamur in illis, berubah atau diam habis juga digilasnya.
Itulah waktu, tampak diam tidak berbahaya, tetapi kejamnya amatlah sangat luar biasa,
Miskin kaya, tua muda, pria wanita, kuasa atau tak berdaya, semua pastilah digilasnya.
Bijak atau picik, sejahtera atau menderita, sangat cerdas atau minta ampun stupid-nya,
Juga tidak bakalan luput dari jaring mautnya ... semuanya kandas terperangkap di sana.
Tukang keliling pasti bukan korban pertama, karena jauh sebelumnya jelas sudah ada.
Korban terus bertumbangan digilas waktu perubahan, jalannya memang perlahan saja,
Tetapi kepastiannya tak ada tandingannya dan tukang keliling tinggal rekam jejaknya.
Dr. Tri Budhi Sastrio – tribudhis@yahoo.com – Poznan, Poland
tribudhis 23 Apr, 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar