BBM Naik, Presiden Bisa Di-impeach
Kamis, 1 Maret 2012 | 19:48
[JAKARTA] Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bisa dimakzulkan atau di-impeach kalau tetap ngotot menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Pasalnya, keputusan menaikkan harga BBM melanggar undang-undang (UU).
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Effendi MS Simbolon saat dialektika demokrasi bertajuk "Ada Apa Di Balik Kenaikan BBM?" di Press Room DPR RI, Jakarta, Kamis (1/3), menegaskan, Presiden atau pemerintah melanggar UU jika tetap ngotot menaikkan harga BBM bersubsidi.
"Kami dari PDI-P mempertanyakan ini. Pasal 7 di UU APBN Tahun 2012 menegaskan bahwa secara mekanisme prosedural (menaikkan BBM) cacat hukum," katanya.
Pembicara lain pada diskusi tersebut adalah, Ketua Kelompok Fraksi VII PDI-P Daryatmo Margiyanto, pengamat ekonomi dari Econit Hendri Sapatini, dan pengamat ekonomi politik Icsanuddin Noorsy.
Effendi lebih jauh mengatakan, jika Presiden atau pemerintah melanggar UU merupakan awal impeachment.
"Ini tidak main-main. Kita tidak mencari-cari kesalahan. Ini soal konstitusi. Pemerintah dan Presiden jangan permainkan UU," ujarnya.
Seperti diketahui, UU APBN 2012 Pasal 7 Ayat 4 menyebutkan, pengendalian anggaran subsidi BBM tahun 2012 dilakukan melalui pengalokasiannya lebih tepat sasaran dan kebijakan pengendalian konsumsinya.
Dimana penjelasannya disebutkan pengalokasian BBM bersubsidi secara tepat sasaran dilakukan melalui pembatasan konsumsi premium untuk kendaraan roda empat milik pribadi di Jawa-Bali sejak 1 April 2012. Sehingga tidak disebutkan adanya rencana menaikkan harga BBM bersubsidi. Revisi UU
Menurut Simbolon, jika pemerintah ingin menaikkan harga BBM hendaknya terlebih dahulu merevisi UU Nomor 22/2011 tentang APBN 2012 yang di dalamnya mengatur soal pengendalian harga BBM pada 2012 diatur melalui kebijakan pengendalian konsumsi.
Ketua Kelompok Fraksi VIII PDI Perjuangan DPR RI, Daryatmo Margiyanto mengatakan, pemerintah sudah tiga kali melakukan pembatasan subsidi BBM selama tiga tahun terakhir, sejak 2010.
Menurut dia, pada 2010 pemerintah memberikan subsidi BBM sebesar 17,5 persen dan pada 2012 sebesar 14,7 persen.
Pengamat Ekonomi dari Econit, Hendri Saparini, menambahkan, kebijakan pemerintah mengenai BBM hendaknya memberikan manfaat bagi masyarakat luas, tidak hanya berorientasi pada penghematan anggaran.
"Pemerintah menerapkan kebijakan konversi dari BBM ke gas, dan pembatasan subsidi BBM seharusnya sudah memberi manfaat besar kepada masyarakat," katanya.
Manfaat besar yang seharus diperoleh masyarakat, menurut dia, selama tiga bulan wacana dan sosialisasi yang dilontarkan pemerintah di ruang publik, seharusnya sudah ada kesiapan produksi konverter dan gas.
Namun realitasnya, kata dia, hingga saat ini baik konverter maupun gasnya belum siap. "Bahkan, pemerintah berencana ingin mengimpor konverter dari negara lain. Itu artinya secara ekonomi kebijakan pengurangan subsidi BBM ini memberikan keuntungan sangat minimal," katanya. [L-8]
===============================
partai oposisi berbicara
mantap
Kamis, 1 Maret 2012 | 19:48
[JAKARTA] Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bisa dimakzulkan atau di-impeach kalau tetap ngotot menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Pasalnya, keputusan menaikkan harga BBM melanggar undang-undang (UU).
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Effendi MS Simbolon saat dialektika demokrasi bertajuk "Ada Apa Di Balik Kenaikan BBM?" di Press Room DPR RI, Jakarta, Kamis (1/3), menegaskan, Presiden atau pemerintah melanggar UU jika tetap ngotot menaikkan harga BBM bersubsidi.
"Kami dari PDI-P mempertanyakan ini. Pasal 7 di UU APBN Tahun 2012 menegaskan bahwa secara mekanisme prosedural (menaikkan BBM) cacat hukum," katanya.
Pembicara lain pada diskusi tersebut adalah, Ketua Kelompok Fraksi VII PDI-P Daryatmo Margiyanto, pengamat ekonomi dari Econit Hendri Sapatini, dan pengamat ekonomi politik Icsanuddin Noorsy.
Effendi lebih jauh mengatakan, jika Presiden atau pemerintah melanggar UU merupakan awal impeachment.
"Ini tidak main-main. Kita tidak mencari-cari kesalahan. Ini soal konstitusi. Pemerintah dan Presiden jangan permainkan UU," ujarnya.
Seperti diketahui, UU APBN 2012 Pasal 7 Ayat 4 menyebutkan, pengendalian anggaran subsidi BBM tahun 2012 dilakukan melalui pengalokasiannya lebih tepat sasaran dan kebijakan pengendalian konsumsinya.
Dimana penjelasannya disebutkan pengalokasian BBM bersubsidi secara tepat sasaran dilakukan melalui pembatasan konsumsi premium untuk kendaraan roda empat milik pribadi di Jawa-Bali sejak 1 April 2012. Sehingga tidak disebutkan adanya rencana menaikkan harga BBM bersubsidi. Revisi UU
Menurut Simbolon, jika pemerintah ingin menaikkan harga BBM hendaknya terlebih dahulu merevisi UU Nomor 22/2011 tentang APBN 2012 yang di dalamnya mengatur soal pengendalian harga BBM pada 2012 diatur melalui kebijakan pengendalian konsumsi.
Ketua Kelompok Fraksi VIII PDI Perjuangan DPR RI, Daryatmo Margiyanto mengatakan, pemerintah sudah tiga kali melakukan pembatasan subsidi BBM selama tiga tahun terakhir, sejak 2010.
Menurut dia, pada 2010 pemerintah memberikan subsidi BBM sebesar 17,5 persen dan pada 2012 sebesar 14,7 persen.
Pengamat Ekonomi dari Econit, Hendri Saparini, menambahkan, kebijakan pemerintah mengenai BBM hendaknya memberikan manfaat bagi masyarakat luas, tidak hanya berorientasi pada penghematan anggaran.
"Pemerintah menerapkan kebijakan konversi dari BBM ke gas, dan pembatasan subsidi BBM seharusnya sudah memberi manfaat besar kepada masyarakat," katanya.
Manfaat besar yang seharus diperoleh masyarakat, menurut dia, selama tiga bulan wacana dan sosialisasi yang dilontarkan pemerintah di ruang publik, seharusnya sudah ada kesiapan produksi konverter dan gas.
Namun realitasnya, kata dia, hingga saat ini baik konverter maupun gasnya belum siap. "Bahkan, pemerintah berencana ingin mengimpor konverter dari negara lain. Itu artinya secara ekonomi kebijakan pengurangan subsidi BBM ini memberikan keuntungan sangat minimal," katanya. [L-8]
===============================
partai oposisi berbicara
mantap
panci.muncrat 06 Mar, 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar