Munculnya begitu banyak peluang pasar ini tak didominasi oleh segelintir bidang, tapi terjadi hampir di semua industri dan sektor. Tak hanya di sektor barang (goods) tapi juga jasa (services); tak hanya sektor B2B (business to business) tapi juga B2C (business to consumer); tak hanya di kota tapi juga di desa. Nggak usah mikir yang sulit-sulit, coba kita lihat contoh-contoh gampang berikut ini.
Beras Diabetes
Dulu yang namanya beras ya untuk bikin kenyang, untuk mengganjal perut. Tapi dengan meningkatnya kesadaran kelas menengah akan kesehatan, kini mulai banyak konsumen kelas menengah mengonsumsi beras untuk tujuan sehat. Banyak label yang diberikan untuk menyebut beras "sehat" ini. Ada yang menyebutnya beras merah, beras anti diabetes, beras organik, dsb. Beras Taj Mahal adalah salah satu merek beras sehat yang jeli memanfaatkan maraknya konsumen kelas menengah. Produk asal Malaysia ini bahkan mengklaim dapat mencegah diabetes, ejakulasi dini, mengatasi berat badan, dan mempercepat proses diet. Bisa dipastikan konsumen kelas menengah akan berseloroh, "Ini beras gue banget!"
Konser Tiap Minggu
Selama tiga tahun terakhir kita menyaksikan fenomena yang luar biasa di Jakarta, yaitu maraknya konser artis asing beragam musik dari pop, rock, hingga jazz. Yang mencengangkan adalah, konser-konser bertiket mahal itu laris-manis. Bahkan untuk beberapa konser seperti Katy Perry tiket bisa sold-out dalam ukuran jam. Lady Gaga konser baru bulan Juni mendatang, tapi kemarin (11/3) ribuan orang sudah antresejak dini hari. Nggak hanya itu, karena kapasitas pengetahuan dan global view-nya, kini konsumen kelas menengah juga mulai mencari hiburan-hiburan berkelas ala teater Broadway (Phantom of the Opera) atau drama musikal (Laskar Pelangi).
Wine Freak
Rutin mengonsumsi wine sebelumnya hanya ada di kalangan bule-bule ekspatriat. Namun karena kemampuan menyerap informasi (melalui TV kabel, Googling, Facebook, Twitter), konsumen kelas menengah mulai tahu bagaimana tradisi minum wine itu. Karena itu sejak beberapa tahun terakhir banyak bermunculan wine lounge (seperti Vin+) dan komunitas-komuintas penikmat wine (seperti Vox Populi atau Wine Spirit Lover) di Jakarta dan kota-kota besar Tanah Air. Minum wine tidak lagi luxury, tapi sudah menjadi mass luxury.
"See and to be Seen"
Ketika kebutuhan perut sudah tercukupi, maka kebutuhan konsumen kelas menengah naik kelas ke kebutuhan yang "aneh-aneh". Salah satunya adalah kebutuhan narsis dalam rangka eksistensi diri dan aktualisasi diri. Itu sebabnya gerai atau kafe di mal yang menawarkan value "see and to be seen" menjamur luar biasa. Terdapat tren McDonalds atau KFC keluar mal untuk menangkap konsumen kelas menengah yang hobinya nongkrong sambil ber-"see and to be seen" ria hingga menjelang Subuh. Gerai seperti 7-Eleven menikmati sukses luar biasa karena cerdik menangkap peluang kelas menengah dengan gaya hidup baru ini.
Lab Asam Urat
Saya punya seorang teman yang memiliki bisnis laboratorium kesehatan untuk pengujian kadar kolesterol, asam urat, hingga gula darah. Dengan mata berbinar-binar si teman bercerita kepada saya betapa bisnis lab saat ini menggeliat luar biasa. Kenapa? Karena, kata dia, saat ini mulai terbentuk kebiasaan di kalangan konsumen kelas menengah kita untuk berobat secara preventif, bukan kuratif. Dulu kita baru datang ke rumah sakit kalau kita sudah meriang-meriang atau mencret-mencret. Kini, orang segar-bugar datang ke rumah sakit untuk tahu berapa kadar asam urat atau mencari tahu apakah jeroan-nya bekerja normal. Ini, ujar teman saya, merupakan peluang luar biasa bagi bisnis lab. "Semakin maju dan makmur suatu negara, maka makin banyak pasien yang datang ke rumah sakit. Sebagian besar mereka ke rumah sakit bukan dalam keadaan demam-deman atau mencret-mencret, tapi segar-bugar," seloroh teman saya.
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>
(author unknown) 12 Mar, 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar