Plasadana.com - Kopi asal Pulau Dewata itu dijual dalam bentuk biji dan olahan itu, semakin diminati oleh konsumen di manca-negara. Pasar utamanya adalah Jepang dan Eropa. Dari segi volume bertambah 158,98 persen, karena pada 2010 hanya mengekspor 11.698 ton ke mancanegara.
Demikian dijelaskan Kepala Biro Humas Pemerintah Provinsi Bali I Ketut Teneng di Denpasar, Minggu (18/3/2012), seperti dikutip Antara. Dari sisi nilai, perolehan tahun 2011 mencapai US$ 215.074 , naik 30,26 persen dibanding 2010.
Teneng mengatakan, ekspor mata dagangan kopi dalam bentuk hasil olahan itu tergantung dari persediaan yang dihasilkan petani secara musiman, serta permintaan pasaran luar negeri.
Petani setempat mulai mengembangkan tanaman kopi yang ramah lingkungan, yakni proses pemeliharaannya memanfaatkan pupuk organik yang diperoleh dari penggemukan ternak sapi.
"Petani kopi menyinergikannya dengan pemeliharaan ternak sapi di areal kebunnya, sehingga petani memperoleh penghasilan ganda, yakni sapi dan kopi, di samping kotoran sapi dimanfaatkan untuk pupuk menyuburkan tanaman," ujar Ketut Teneng.
Komoditas kopi yang diproduksi secara ramah lingkungan itu mampu bersaing di pasaran ekspor dengan mata dagangan serupa dari negara lain.
Ketut Teneng menambahkan, kopi dalam bentuk biji maupun setelah diolah berhasil menembus pasaran Jepang, Perancis dan beberapa negara di Eropa.
"Bali setiap tahunnya mampu menghasilkan kopi sebanyak 13.800 ton," katanya.
Pemerintah Provinsi Bali melalui Dinas Perkebunan memprogramkan pengembangan tanaman kopi seluas 1.020 hektar yang mendapat dukungan dana dari pemerintah pusat dan APBD provinsi.
Pengembangan tanaman perkebunan bernilai ekonomis tinggi itu menjangkau lima dari delapan kabupaten dan satu kota di daerah ini.
Menurut dia, pengembangan tanaman kopi tersebut memprioritaskan daerah resapan dengan harapan mampu memberikan fungsi ganda, selain bernilai ekonomis juga berfungsi hidrologis, mengatur tata air dalam tanah serta mencegah terjadinya banjir dan tanah longsor.
Tanaman kopi yang berfungsi sebagai penguatan daerah resapan hingga kini mencapai 2.124 hektar dari tanaman kopi seluruhnya 30.029 hektar yang terdiri atas kopi arabika 8.197 hektar dan robusta 23.832 hektar.
Pengembangan tanaman kopi untuk penguatan daerah resapan juga dipadukan dengan tanaman kayu yang cepat besar untuk kepentingan bahan bangunan, sekaligus berfungsi hidrologis, ujar Ketut Teneng.
http://plasadana.com/konten.php?kanal=4&id=753
Demikian dijelaskan Kepala Biro Humas Pemerintah Provinsi Bali I Ketut Teneng di Denpasar, Minggu (18/3/2012), seperti dikutip Antara. Dari sisi nilai, perolehan tahun 2011 mencapai US$ 215.074 , naik 30,26 persen dibanding 2010.
Teneng mengatakan, ekspor mata dagangan kopi dalam bentuk hasil olahan itu tergantung dari persediaan yang dihasilkan petani secara musiman, serta permintaan pasaran luar negeri.
Petani setempat mulai mengembangkan tanaman kopi yang ramah lingkungan, yakni proses pemeliharaannya memanfaatkan pupuk organik yang diperoleh dari penggemukan ternak sapi.
"Petani kopi menyinergikannya dengan pemeliharaan ternak sapi di areal kebunnya, sehingga petani memperoleh penghasilan ganda, yakni sapi dan kopi, di samping kotoran sapi dimanfaatkan untuk pupuk menyuburkan tanaman," ujar Ketut Teneng.
Komoditas kopi yang diproduksi secara ramah lingkungan itu mampu bersaing di pasaran ekspor dengan mata dagangan serupa dari negara lain.
Ketut Teneng menambahkan, kopi dalam bentuk biji maupun setelah diolah berhasil menembus pasaran Jepang, Perancis dan beberapa negara di Eropa.
"Bali setiap tahunnya mampu menghasilkan kopi sebanyak 13.800 ton," katanya.
Pemerintah Provinsi Bali melalui Dinas Perkebunan memprogramkan pengembangan tanaman kopi seluas 1.020 hektar yang mendapat dukungan dana dari pemerintah pusat dan APBD provinsi.
Pengembangan tanaman perkebunan bernilai ekonomis tinggi itu menjangkau lima dari delapan kabupaten dan satu kota di daerah ini.
Menurut dia, pengembangan tanaman kopi tersebut memprioritaskan daerah resapan dengan harapan mampu memberikan fungsi ganda, selain bernilai ekonomis juga berfungsi hidrologis, mengatur tata air dalam tanah serta mencegah terjadinya banjir dan tanah longsor.
Tanaman kopi yang berfungsi sebagai penguatan daerah resapan hingga kini mencapai 2.124 hektar dari tanaman kopi seluruhnya 30.029 hektar yang terdiri atas kopi arabika 8.197 hektar dan robusta 23.832 hektar.
Pengembangan tanaman kopi untuk penguatan daerah resapan juga dipadukan dengan tanaman kayu yang cepat besar untuk kepentingan bahan bangunan, sekaligus berfungsi hidrologis, ujar Ketut Teneng.
http://plasadana.com/konten.php?kanal=4&id=753
hendra26 18 Mar, 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar