ilustrasi palu hakim (dok:okezone)
JAKARTA - Dagelan yang dipertontonkan di pengadilan akhir-akhir ini menjadi bukti runtuhnya hukum sebagai benteng terakhir keadilan di Indonesia. Pasalnya, 70 sampai 90 persen hakim, jaksa, dan polisi sudah rusak.
Kondisi ini sebenarnya hanyalah sebagian dari deretan symptom sebuah keadaan yang lebih menggenaskan, yaitu matinya publik. Kalo tidak ada gerakan luar biasa, maka sampai 2014 pun nasib Indoesia tidak akan berubah, bahkan makin terpuruk.
Anggota DPR RI Wayan Sudirta mengatakan, makin turunnya kepercayaan publik terhadap peradilan, terlihat dalam kasus pembacokan Jaksa Sistoyo yang didakwa korupsi usai mengikuti persidangan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung.
"Ini dipicu banyaknya terdakwa korupsi yang divonis rendah bahkan bebas oleh pengadilan. Dalam tiga bulan terakhir saja, pengadilan (Tipikor) di seluruh Indonesia telah membebaskan 57 koruptor dari hukuman," kata Wayan Sudirta dalam diskusi bertajuk "Matinya Keadilan di Orde Citra: Hukum Pengadilan Negara Vs Hukum Bacok" yang digelar Rumah Perubahan 2.0 di Jakarta, Selasa (6/3/2012).
Menurut Wayan, kondisi peradilan di Indonesia saat ini sudah sangat buruk. Hal ini antara lain terutama disebabkan buruknya kualitas hakim yang ada.
Sedikitnya 70 sampai 90 persen hakim, jaksa, dan polisi sudah rusak. Pada persidangan Angelina Sondakh, misalnya, tampak sekali kualitas hakim sangat buruk.
"Bagaimana mungkin hakim tidak mengambil tindakan apa pun terhadap dua saksi yang memberi keterangan saling bertentangan? Kok hakim tidak tahu mana dari dua saksi itu yang berbohong. Seharusnya hakim menyodorkan bukti-bukti, mengancam saksi dengan sanksi, lalu menahan saksi yang berbohong. Kalau itu saja tidak dilakukan, hakim harus diberhentikan karena tidak mampu memimpin sidang," tukas Wayan geram.
Meski demikian, Wayan masih optimis keadaan bisa diperbaiki. Di tengah-tengah kebobrokan pengadilan, masih ada beberapa hakim yang bagus. Salah satunya, Albertina Ho. Sayangnya, hakim bagus seperti dia dimutasi ke daerah terpencil.
(amr)
Ssst.. Ada Hakim yang Ajak Terdakwa Nonton Tari Telanjang
Ilustrasi striptis (Foto: Ist)
SURABAYA- Komisi Yudisial mencatat telah menerima 1.600 laporan soal hakim yang bermasalah. Namun dari jumlah itu, baru ada empat kasus yang dianggap menonjol dan sudah ditindaklanjuti oleh Komisi Yudisial dan sudah dijatuhkan sanksi.
"Ada empat hakim yang sudah dijatuhi sanksi oleh Majelis Kehormatan Hakim. Satu hakim dijatuhi hukuman pemberhentian dengan tidak hormat tanpa pensiun, satu hakim dipecat dengan hormat dan dengan pensiun, satu hakim dijadikan hakim nonpalu dan satu hakim lagi diberi peringatan secara lisan," kata Ketua Komisi Yudisial Erman Suparman.
Ini dikatakan Erman saat menjadi pembicara dalam seminar Membangun Indonesa Baru Tanpa Korupsi di Universitas Wijaya Kusuma Surabaya, Kamis (15/12/2011).
Erman menjelaskan kesalahan para hakim tersebut beragam, mulai meminta tiket pesawat kepada terdakwa untuk pulang ke rumahnya di Pulau Jawa hingga mengajak terdakwa untuk menonton tarian telanjang alias tari stripease.
Erman menjelaskan, dalam penjatuhan vonis terhadap para hakim bermasalah ini bukan Komisi Yudisial langsung yang memberikan sanksi. Namun Komisi Yudisial akan memberikan rekomendasi kepada Mahkamah Agung untuk memberikan sanksi kepada hakim-hakim yang kesalahannya dinilai sudah sangat fatal.
Mahkamah Agung kemudian membentuk Majelis Kehormatan Hakim yang komposisi hakimnya terdiri dari empat orang hakim dari Komisi Yudisial dan tiga orang hakim dari Mahkamah Agung.
Erman menambahkan jika hakim-hakim bermasalah ini sebenarnya terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia. Ini dibuktikan dengan laporan-laporan yang masuk ke Komisi Yudisial hampir merepresentasi seluruh wilayah di Indonesia.
"Hampir di setiap daerah ada perwakilan laporan terntang hakim yang bermasalah.Mulai minta uang hingga hakim menunda-nunda putusan. Dan ini terjadi bukan hanya di pengadilan negeri saja, namun hakim pengadilan agama pun ada," ujar Erman.
Tak hanya persoalan pelanggaran etika, Komisi Yudisial pun mencatat masih banyak hakim yang sangat lemah pengetahuannya hal hukum acara. Ini terutama terjadi pada hakim-hakim tindak pidana korupsi yang ada di daerah-daerah.
"Hakim Tipikor di daerah-daerah banyak yang bukan sarjana hukum. Ada sarjana ekonomi bahkan insinyur, kami mempunyai tugas untuk meningkatkan kapasitas mereka dengan pendidikan dan latihan di mlik Mahkamah Agung di Megamendung Bogor," ujar Erman.
(kem)
sumber okezone.com
JAKARTA - Dagelan yang dipertontonkan di pengadilan akhir-akhir ini menjadi bukti runtuhnya hukum sebagai benteng terakhir keadilan di Indonesia. Pasalnya, 70 sampai 90 persen hakim, jaksa, dan polisi sudah rusak.
Kondisi ini sebenarnya hanyalah sebagian dari deretan symptom sebuah keadaan yang lebih menggenaskan, yaitu matinya publik. Kalo tidak ada gerakan luar biasa, maka sampai 2014 pun nasib Indoesia tidak akan berubah, bahkan makin terpuruk.
Anggota DPR RI Wayan Sudirta mengatakan, makin turunnya kepercayaan publik terhadap peradilan, terlihat dalam kasus pembacokan Jaksa Sistoyo yang didakwa korupsi usai mengikuti persidangan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung.
"Ini dipicu banyaknya terdakwa korupsi yang divonis rendah bahkan bebas oleh pengadilan. Dalam tiga bulan terakhir saja, pengadilan (Tipikor) di seluruh Indonesia telah membebaskan 57 koruptor dari hukuman," kata Wayan Sudirta dalam diskusi bertajuk "Matinya Keadilan di Orde Citra: Hukum Pengadilan Negara Vs Hukum Bacok" yang digelar Rumah Perubahan 2.0 di Jakarta, Selasa (6/3/2012).
Menurut Wayan, kondisi peradilan di Indonesia saat ini sudah sangat buruk. Hal ini antara lain terutama disebabkan buruknya kualitas hakim yang ada.
Sedikitnya 70 sampai 90 persen hakim, jaksa, dan polisi sudah rusak. Pada persidangan Angelina Sondakh, misalnya, tampak sekali kualitas hakim sangat buruk.
"Bagaimana mungkin hakim tidak mengambil tindakan apa pun terhadap dua saksi yang memberi keterangan saling bertentangan? Kok hakim tidak tahu mana dari dua saksi itu yang berbohong. Seharusnya hakim menyodorkan bukti-bukti, mengancam saksi dengan sanksi, lalu menahan saksi yang berbohong. Kalau itu saja tidak dilakukan, hakim harus diberhentikan karena tidak mampu memimpin sidang," tukas Wayan geram.
Meski demikian, Wayan masih optimis keadaan bisa diperbaiki. Di tengah-tengah kebobrokan pengadilan, masih ada beberapa hakim yang bagus. Salah satunya, Albertina Ho. Sayangnya, hakim bagus seperti dia dimutasi ke daerah terpencil.
(amr)
Ssst.. Ada Hakim yang Ajak Terdakwa Nonton Tari Telanjang
Ilustrasi striptis (Foto: Ist)
SURABAYA- Komisi Yudisial mencatat telah menerima 1.600 laporan soal hakim yang bermasalah. Namun dari jumlah itu, baru ada empat kasus yang dianggap menonjol dan sudah ditindaklanjuti oleh Komisi Yudisial dan sudah dijatuhkan sanksi.
"Ada empat hakim yang sudah dijatuhi sanksi oleh Majelis Kehormatan Hakim. Satu hakim dijatuhi hukuman pemberhentian dengan tidak hormat tanpa pensiun, satu hakim dipecat dengan hormat dan dengan pensiun, satu hakim dijadikan hakim nonpalu dan satu hakim lagi diberi peringatan secara lisan," kata Ketua Komisi Yudisial Erman Suparman.
Ini dikatakan Erman saat menjadi pembicara dalam seminar Membangun Indonesa Baru Tanpa Korupsi di Universitas Wijaya Kusuma Surabaya, Kamis (15/12/2011).
Erman menjelaskan kesalahan para hakim tersebut beragam, mulai meminta tiket pesawat kepada terdakwa untuk pulang ke rumahnya di Pulau Jawa hingga mengajak terdakwa untuk menonton tarian telanjang alias tari stripease.
Erman menjelaskan, dalam penjatuhan vonis terhadap para hakim bermasalah ini bukan Komisi Yudisial langsung yang memberikan sanksi. Namun Komisi Yudisial akan memberikan rekomendasi kepada Mahkamah Agung untuk memberikan sanksi kepada hakim-hakim yang kesalahannya dinilai sudah sangat fatal.
Mahkamah Agung kemudian membentuk Majelis Kehormatan Hakim yang komposisi hakimnya terdiri dari empat orang hakim dari Komisi Yudisial dan tiga orang hakim dari Mahkamah Agung.
Erman menambahkan jika hakim-hakim bermasalah ini sebenarnya terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia. Ini dibuktikan dengan laporan-laporan yang masuk ke Komisi Yudisial hampir merepresentasi seluruh wilayah di Indonesia.
"Hampir di setiap daerah ada perwakilan laporan terntang hakim yang bermasalah.Mulai minta uang hingga hakim menunda-nunda putusan. Dan ini terjadi bukan hanya di pengadilan negeri saja, namun hakim pengadilan agama pun ada," ujar Erman.
Tak hanya persoalan pelanggaran etika, Komisi Yudisial pun mencatat masih banyak hakim yang sangat lemah pengetahuannya hal hukum acara. Ini terutama terjadi pada hakim-hakim tindak pidana korupsi yang ada di daerah-daerah.
"Hakim Tipikor di daerah-daerah banyak yang bukan sarjana hukum. Ada sarjana ekonomi bahkan insinyur, kami mempunyai tugas untuk meningkatkan kapasitas mereka dengan pendidikan dan latihan di mlik Mahkamah Agung di Megamendung Bogor," ujar Erman.
(kem)
sumber okezone.com
priyatin 07 Mar, 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar