Bukankah Kita Tidak Pernah Berpisah?

Bukankah Kita Tak Pernah Berpisah?

Ya, bukankah faktanya tidak pernah berpisah walau ribuan mil membentang nyata?
Kalau pun tak sempat saling tatap berlama-lama karena perangkat skype belum ada
Toh komunikasi antar hati tetap saja terjadi dan ini satu kelebihan luar biasa manusia.
Hati dan rasa tetap menyatu karena apalah makna jarak jika dibanding pekanya jiwa.
Hanya saja jika tatapan berlama-lama yang didamba ah ,,, a la prochaine ... bisa juga
Dipakai, seperti ungkapan Kathy Reichs lewat tokoh terkenal hasil buah imajinasinya,
Dr. Temperance Brennan yang direktur antropologi forensik sebuah kota di Kanada.
Dia yang ingin sampaikan ini frasa pada malam musim panas indah, tetapi putrinya
Yang dengan tangkas menyela lalu bertanya apa makna itu frasa, dengan segera
Memperoleh jawaban klasik berlandas semantika kata – sampai nanti – hanya saja,
Konteksnya bisa berbeda, yang terdalam dapat bermakna sampai nanti manakala
Pembunuhan berantai kembali terjadi, sedangkan yang paling di permukaan ketika
Sang putri jelita yang tampak bingung tak terkira-kira bukan mendapat jawabannya
Tetapi justru ajakan ayo kita ke pantai ... dan Deja Dead selesai sudah alur ceritanya

A la prochaine – until the next time – apakah ini yang bisa dibisikkan walau lirih saja
Di sela-sela angin kota yang tak paham kalau ada yang rindukan hangatnya senja?
Tentu saja tidak, karena tiga bulan jelas tidak terlalu lama sebelum waktu liburan tiba,
Juni ujian akhir selebihnya libur panjang sampai awal Oktober ketika masa kuliah tiba,
Bukankan hari-hari hangat kota tercinta bisa kembali dapat dinikmati bersama-sama?
Yah ... semoga saja apa yang direncana dapat menjadi realita sehingga getar jiwa
Tetap selaras nada yang memang rindukan keluarga yang selama ini selalu bersama.
Angin dingin beku di luar jendela terus menderu-deru ... entah ingin menyapa siapa,
Yang jelas simpatiku tak lagi bersama dia karena bagaimana bisa, untuk keluar saja
Wah ... semua pakaian rangkap harus dikena ditambah harus pakai sepatu segala,
Padahal maunya hanya membeli apel di dekat stasiun kereta yang jaraknya hanya
Beberapa ratus meter saja, tetapi persiapannya persis sama kalau mau ke pesta.
Karenanya jadi mengherankan juga kalau banyak orang Indonesia berlomba-lomba
Ingin pergi bekerja di Eropa yang uangnya saja yang mungkin lebih tebal ukurannya,
Selebihnya bah ... kan tipis-tipis saja ... tempe susah, pecel tak ada, ikan segar juga,
Semua dikemas beku dan harganya bikin kening orang nan sederhana seperti saya
Berkerut dalam tanda tak percaya ... tapi inilah nuansa pengalaman pertama di Eropa,
Kurang menyenangkan memang tetapi romantika pengalamannya juga luar biasa.

Naik kereta listrik dari apartemen sederhana tetapi berpenghangat ke tempat kerja,
Pasti akan segera membosankan setelah seminggu berlalu karena jadi rutin saja.
Tetapi hari pertama naik kereta, yah konsentrasi penuh karena semua petunjuknya
Ditulis dalam bahasa Polandia dan pengumuman lewat pengeras suara kereta, juga
Bahasanya sama, dan naik pertama di stasiun Kroncowa dan turun di PKS namanya.
Sebelum itu harus melewati dua rondo yang dengan segera terus diingat maknanya
Karena padanannya ada di Surabaya meskipun maknanya tentu saja sangat berbeda.
Yang pertama RONDO RATAJE – dibaca rataye - dan yang kedua RONDO SRODKA.
Di dua tempat ini kereta berbelok di sebuah bundaran besar dan memang ini makna
Kata rondo di Polandia, bundaran, contoh padanannya mungkin bundaran HI Jakarta.
Hanya jika di Jakarta padat luar biasa yang di sini boleh dikata lengang-lengang saja.
Yang luar biasa karcis bisa dibeli di mana saja dan di dalam kereta, kondektur tak ada.
Penumpang masuk. karcis divalidasi mesin dan yah ... yang ini belum bisa di Indonesia.

Dr. Tri Budhi Sastrio – tribudhis@yahoo.com – Poznan, Poland

tribudhis 27 Feb, 2012

Tidak ada komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...